Keterangan Foto: Gunung Sampah Menutupi Aliran Kali Serpong

TANGERANG SELATAN—Kota metropolitan Tangerang Selatan (Tangsel) sedang menghadapi krisis sampah yang mendesak setelah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang. Penyegelan ini dipicu oleh praktik open dumping (penumpukan sampah terbuka) yang melanggar hukum, membuat satu-satunya TPA resmi di Tangsel kini berada dalam kondisi tertekan dan kritis.
Wali Kota Benyamin Davnie pada Jumat 3 Oktober 2025 mengonfirmasi, bahwa saat ini Pemkot hanya memiliki waktu 180 hari, atau hingga Desember 2025, untuk membenahi total sistem pengelolaan sampah. Jika tidak, TPA Cipeucang terancam ditutup secara permanen.
Gunung Sampah yang Overload dan Ancaman Penutupan
Kondisi TPA Cipeucang sudah lama memprihatinkan. Dengan volume sampah harian yang mencapai sekitar 500 ton—bahkan lebih dari 1.000 ton per hari menurut beberapa sumber—dari 1,4 juta warga Tangsel, TPA ini sudah jauh melampaui kapasitasnya (overload).
Keputusan KLH menyegel TPA adalah sinyal keras bahwa praktik lama harus segera diakhiri. Jika penutupan permanen benar-benar terjadi pada Desember nanti, Kota Tangsel terancam lumpuh total karena tidak memiliki tempat pembuangan akhir yang legal.
Proyek PSEL: Harapan Modern yang Dipercepat.
Sebagai respons cepat dan solusi jangka panjang, Pemkot Tangsel kini tancap gas menggenjot proyek strategis nasional, yaitu Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) di lokasi TPA Cipeucang.
Proyek PSEL senilai sekitar Rp 1,69 triliun ini dijadwalkan akan mulai dibangun pada awal 2026 (sebagai pengganti rencana awal 2029) dan diharapkan dapat mengolah 1.000 ton sampah per hari, menghasilkan listrik sebesar 15,7 Megawatt (MW).
Langkah Kunci Mengikis Sampah Lama: Mesin insinerator PSEL dipersyaratkan untuk mengolah 100 ton sampah lama yang menumpuk di Cipeucang setiap harinya. Tujuannya jelas:
“lama-kelamaan Cipeucang akan hilang sampah lamanya,” ujar Wali Kota Benyamin Davnie, mengubah “gunung sampah” menjadi area yang bersih dan berenergi. Kerja Sama Jangka Panjang: Proyek ini akan dikelola oleh konsorsium swasta selama jangka waktu hingga 30 tahun, menjanjikan solusi yang stabil dan modern.
Tantangan di Tengah Deadline Ketat
Meskipun proyek PSEL menjanjikan, proses konstruksi akan memakan waktu hingga beberapa tahun. Artinya, Pemkot Tangsel harus mencari solusi darurat dan sementara untuk menampung ratusan ton sampah harian selama masa kritis antara penyegelan hingga PSEL beroperasi penuh.
Selain itu, Pemkot juga terus menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah dari hulu (rumah tangga dan sumber), yang merupakan kunci agar volume sampah yang masuk ke TPA berkurang signifikan. Tanpa pengelolaan hulu yang baik, masalah sampah akan terus membesar seiring bertambahnya jumlah penduduk.
Kini, nasib pengelolaan sampah Tangsel berada di ujung tanduk. Misi 180 hari bukan sekadar tenggat waktu, melainkan taruhan besar untuk menyelamatkan lingkungan dan wajah kota modern ini. Mampukah PSEL menjadi pahlawan yang datang tepat waktu? (Red)