TANGERANG – Pernyataan Ketua Komisi II DPRD Kota Tangerang, H. Syamsuri, yang mendukung promosi Kepala Dinas Pendidikan H. Jamaluddin, menyoroti adanya kontradiksi peran yang fatal. Secara konstitusional, DPRD memiliki fungsi pengawasan (oversight). Tugas mereka adalah memastikan kinerja eksekutif, dalam hal ini Dinas Pendidikan, berjalan efektif demi kemajuan masyarakat.

Namun dengan secara terbuka memberikan dukungan, dengan kondisi ini DPRD justru menempatkan diri mereka sebagai “tim sukses” birokrasi. Ir. Guzermon menilai, tindakan ini secara fundamental melemahkan kredibilitas DPRD.
“Bagaimana mungkin mereka bisa mengawasi secara objektif dan kritis kinerja seorang Kepala Dinas yang telah mereka dukung secara politis? Ketika publik menuntut jawaban atas masalah-masalah riil seperti fasilitas sekolah yang timpang atau kualitas tenaga pendidik, DPRD justru sibuk dengan “politik kursi”. Ini menciptakan persepsi bahwa mereka lebih peduli pada lobi kekuasaan daripada kualitas layanan publik,” ucapnya.
Menggerogoti Sistem Meritokrasi dan Integritas ASN
Komentar aktivis Guzermon sangat tepat dalam menyoroti ancaman terhadap sistem merit Aparatur Sipil Negara (ASN). Sistem merit adalah prinsip dasar yang menjamin promosi dan penempatan pejabat berdasarkan kompetensi, kinerja, dan integritas—bukan karena koneksi atau dukungan politik.
“Pernyataan DPRD ini mengirimkan pesan yang sangat berbahaya: bahwa asesmen dan uji kompetensi hanya formalitas belaka. Kekuatan politik legislatif seolah menjadi penentu akhir dari sebuah promosi. Jika pola ini dibiarkan, dunia pendidikan berisiko besar terjebak dalam “politik birokrasi”, kata Guzermon.
Pejabat yang ditunjuk nantinya bisa jadi adalah sosok yang “dekat” dengan legislatif, bukan sosok yang paling kompeten untuk menyelesaikan “pekerjaan rumah” pendidikan di Banten.
Blunder Politik yang Mengabaikan Realitas Lapangan
Frasa “blunder” sangat pas untuk menggambarkan situasi ini. Saat masyarakat sedang menghadapi masalah-masalah pendidikan yang mendesak, DPRD justru mengalihkan fokus ke urusan internal birokrasi. Publik menanti solusi untuk perbaikan sekolah rusak, peningkatan kesejahteraan guru honorer, dan pemerataan akses pendidikan.
“DPRD malah sibuk memberi restu politis dan bahkan mengklaim sudah punya “kandidat pengganti di kantong”. Ini menunjukkan adanya disorientasi prioritas dari pihak legislatif. Alih-alih menyuarakan aspirasi rakyat dan mendesak perbaikan, mereka malah terkesan ikut bermain dalam “politik kekuasaan” yang tidak relevan dengan kebutuhan mendesak dunia pendidikan,” ungkap Guzermon, Rabu 10 September 2025.
Kata Guzermon, tindakan ini bisa memicu erosi kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan rakyat. Wajah dibalik senyum tipis Politikus H. Samsury membawa kabar, bahwa Komisi 2 sendiri telah mengantongi kandidat pengganti Jamaludin. Namun kabar tersebut belum bisa dibenarkan, karena hingga berita ini diturunkan Samsury sendiri belum bisa dikonfirmasi trekait isu itu. [Red]