TANGERANG– Kota Tangerang menghadapi krisis lingkungan ganda. Di satu sisi, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing masih berada di bawah bayang-bayang sanksi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat buruknya pengelolaan. Di sisi lain, proyek strategis Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) yang seharusnya menjadi solusi justru tersendat dan belum menunjukkan hasil signifikan setelah lebih dari tiga tahun perjanjian.
Informasi ini terungkap dari surat klarifikasi resmi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang bernomor B/1905/400.14.5.2/X/2025, tertanggal 8 Oktober 2025, yang ditujukan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen dan Lingkungan Nusantara (LPKL-Nusantara).

TPA Rawa Kucing: Dibayar Mahal, Kinerja Tetap Disanksi
DLH mengonfirmasi bahwa pengelolaan sampah di TPA Rawa Kucing masih memerlukan perbaikan intensif setelah Pemkot Tangerang menerima sanksi dari KLHK. Sanksi ini mewajibkan Pemkot untuk memperbaiki kinerja pengelolaan, yang ironisnya, memerlukan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Meskipun harus menggelontorkan APBD untuk pemenuhan sanksi, Pemkot justru telah menaikkan tarif retribusi pelayanan sampah. Kenaikan tarif ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 10 Tahun 2023, yang diubah sebagian dengan Perda Nomor 1 Tahun 2025.
DLH menegaskan bahwa kenaikan retribusi tidak berkaitan langsung dengan sanksi KLHK. Namun, pihak DLH menargetkan perbaikan di TPA Rawa Kucing bisa tuntas dan sanksi dapat dicabut pada tahun 2026, dengan klaim progres pemenuhan kewajiban sudah mencapai 80%. Kondisi TPA Rawa Kucing saat ini bahkan mendapatkan perhatian dan pengawasan rutin dari KLHK/BPLH.
Proyek PSEL: Investasi Murni, Hasil Nihil Selama Tiga Tahun
Harapan besar Pemkot Tangerang untuk menyelesaikan masalah sampah dengan teknologi PSEL ternyata jauh panggang dari api. Kerja sama dengan PT. Oligo Infra Swarna Nusantara (OISN) untuk Pembangunan dan Pengoperasian Fasilitas Pengolahan Sampah Terpadu Ramah Lingkungan telah dijalin sejak 9 Maret 2022.
Proyek ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden RI Nomor 35 Tahun 2018, menunjuk Tangerang sebagai salah satu dari 12 kota pelaksana. Meski skema pembiayaan sepenuhnya merupakan investasi murni dan tanggung jawab PT. OISN, serta Pemkot tidak mengeluarkan biaya awal, DLH secara blak-blakan mengakui: “Sampai saat ini kinerja PT. OISN dalam pengolahan sampah belum terlihat secara signifikan.”
Keterlambatan parah ini disebabkan oleh serangkaian kendala, termasuk:
- Belum terpenuhinya syarat administrasi perizinan.
- Masalah perencanaan teknis dan penyediaan lahan tambahan.
- Kepastian pembiayaan proyek dan kendala dalam proses Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN terkait kesesuaian teknologi.
Klarifikasi DLH ini menjadi sorotan tajam, mempertanyakan efektivitas pengawasan Pemkot terhadap proyek strategis yang berpotensi membebani APBD di masa depan melalui tipping fee, jika fasilitas PSEL akhirnya beroperasi.

“Bom Waktu” di Gerbang Kota:
Polusi TPA Rawa Kucing kian mengkhawatirkan, warga dekat bandara terancam racun udara dan bau Busuk, Tangerang, 16 Oktober 2025. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berlokasi tak jauh dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, kembali menjadi sorotan tajam.
Kondisi TPA yang terlihat over capacity dan dikelola secara tidak profesional dituding telah menciptakan “bom waktu” lingkungan, mengancam kesehatan ribuan warga sekitar dengan polusi udara beracun dan bau busuk yang menyengat.
Berdasarkan pantauan langsung di lapangan, tumpukan sampah di TPA Rawa Kucing tampak menggunung dan terlihat langsung dari jalan raya tanpa adanya pagar pembatas yang memadai. Situasi ini memicu keresahan masyarakat, di mana polusi udara dan bau busuk dari timbunan sampah telah meracuni lingkungan hidup warga Kelurahan Kedaung Wetan dan Neglasari.
Over Kapasitas dan Bau Menyengat
TPA Rawa Kucing merupakan satu-satunya TPA di Kota Tangerang dan telah beroperasi sejak tahun 1992. Dengan volume sampah harian mencapai rata-rata 1.500 hingga 1.600 ton, TPA ini dikabarkan telah berada pada kondisi kritis, bahkan disebut sudah melebihi kapasitas daya tampung.
Seorang warga, yang namanya disamarkan, mengungkapkan keluhannya. “Setiap hari kami harus mencium bau busuk ini, apalagi kalau malam. Selain itu, kondisi jalan di sekitar TPA yang gelap (komentar warga Muhamad) juga membuat kami khawatir.”
Keluhan lain menyoroti buruknya manajemen TPA, seperti yang diungkapkan oleh Encek Gaul dalam sebuah komentar daring, “Kota Tangerang tidak punya pemimpin TPA Rawa Kucing, oh sungguh memprihatinkan, tidak tertata dengan baik.”
Isu pengelolaan yang tidak profesional ini diperparah oleh dugaan pelanggaran lingkungan, termasuk pembuangan air lindi (air sampah) tanpa pengolahan yang baik dan area landfill yang sudah melebihi batas.
Bahkan, laporan media sebelumnya menyebutkan bahwa buruknya pengelolaan TPA ini sempat berujung pada penetapan tersangka mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang atas kasus pencemaran.
Ancaman Bom Waktu Lingkungan
Selain polusi udara dan bau busuk, TPA Rawa Kucing juga menyimpan potensi bahaya serius lainnya:
- Potensi Kebakaran: Tumpukan sampah yang menggunung dan mengandung gas metana tinggi sangat rawan memicu kebakaran besar. Tragedi kebakaran hebat pada Oktober 2023, yang memaksa ratusan warga mengungsi, menjadi peringatan nyata bahwa TPA ini adalah “bom waktu.”
- Krisis Kesehatan: Emisi gas beracun, seperti Hidrogen Sulfida (\text{H}_2\text{S}) dan Metana (\text{CH}_4), yang dihasilkan dari sistem penimbunan terbuka (open dumping), mengancam kesehatan pernapasan warga, terutama anak-anak.
- Dampak Ekonomi dan Citra Kota: Keberadaan TPA yang kumuh dan berbau di dekat salah satu pintu gerbang utama Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta, berpotensi mencoreng citra Kota Tangerang di mata nasional dan internasional.
Langkah Mitigasi dan Harapan Solusi
Pemerintah Kota Tangerang telah berupaya menekan volume sampah, termasuk rencana mempercepat penataan ulang landfill dan menguji coba teknologi pengolahan sampah modern seperti Refused Derived Fuel (RDF) dan teknologi insinerator dari Korea Selatan. Namun, inovasi-inovasi ini dinilai berjalan lambat.
Proyek Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) pun terancam gagal beroperasi sesuai target, yang semakin memperpanjang ancaman krisis sampah.
Masyarakat mendesak Pemkot Tangerang untuk segera:
- Profesionalisasi Pengelolaan: Meninggalkan sistem open dumping dan menerapkan standar pengelolaan TPA yang lebih profesional dan ramah lingkungan (sanitary landfill).
- Percepatan Solusi Teknologi: Mengoperasikan fasilitas RDF dan PSEL sesuai jadwal untuk mengurangi ketergantungan pada TPA Rawa Kucing.
- Tanggung Jawab Lingkungan: Memperketat pengawasan agar air lindi diolah dengan benar dan memitigasi dampak polusi udara secara langsung kepada warga terdampak.
Kondisi TPA Rawa Kucing hari ini adalah cerminan kegagalan pengelolaan sampah kota yang harus segera diselesaikan. Warga menunggu langkah nyata dari pemimpin kota untuk mengubah gunungan sampah beracun ini menjadi lingkungan yang sehat dan berkelanjutan. Masyarakat mendesak Pemkot Tangerang untuk segera mengambil langkah tegas, baik dalam mempercepat proyek PSEL maupun memastikan perbaikan TPA Rawa Kucing tuntas tanpa terus membebani warga dengan kenaikan retribusi. [Red]














