Pemerintah Indonesia optimistis sektor bangunan gedung dapat berkontribusi signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca melalui implementasi bangunan hijau dan efisiensi energi hingga 2030.
BeritaTransformasi.com – Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menargetkan sektor bangunan gedung dapat menyumbang penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 1,91 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mitigasi perubahan iklim, sebagaimana diungkapkan Direktur Bina Teknik Permukiman dan Perumahan PUPR, Dian Irawati.
“Kami berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca dari sektor bangunan gedung melalui strategi-strategi utama seperti mendorong pembangunan gedung hijau, meningkatkan efisiensi energi, serta pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap,” kata Dian dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (26/09/2024).
Ia menambahkan bahwa pemerintah telah menyusun peta jalan untuk penyelenggaraan Bangunan Gedung Hijau (BGH) sebagai acuan implementasi bagi semua pemangku kepentingan dalam sektor ini. Langkah ini ditujukan untuk memastikan bahwa pembangunan dan pengelolaan gedung, baik pemerintah, perkantoran, maupun tempat tinggal, sesuai dengan prinsip-prinsip efisiensi energi dan ramah lingkungan.
Peta Jalan Bangunan Gedung Hijau: Prioritas Sektor Publik untuk Efisiensi Energi dan Pengurangan Emisi
Menurut Fajar Santosa Hutahaean dari Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan PUPR, peta jalan Bangunan Gedung Hijau (BGH) akan lebih difokuskan pada gedung-gedung pemerintah. Hal ini didasarkan pada data yang menunjukkan bahwa kantor-kantor pemerintah memiliki konsumsi energi yang lebih tinggi dibandingkan gedung-gedung komersial, terutama pada masa pandemi COVID-19.
“Jika semua kantor pemerintah berhasil menerapkan konsep gedung hijau dan mencapai penghematan energi hingga 25 persen, maka diperkirakan mampu mengurangi emisi karbon hingga 1,91 juta ton CO2 ekuivalen pada 2023,” ujar Fajar.
Ia menjelaskan, meski selama masa pandemi penggunaan listrik untuk sektor komersial dan bisnis menurun 6-8 persen, penggunaan listrik di kantor-kantor pemerintah hanya turun sekitar 2 persen. Hal ini menjadikan sektor publik sebagai prioritas dalam penerapan bangunan hijau.
Peraturan dan Sertifikasi Bangunan Hijau untuk Mendukung Target Pengurangan Emisi
Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau menyatakan bahwa Bangunan Gedung Hijau (BGH) adalah bangunan yang memenuhi standar teknis dan kinerja terukur dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya. Standar ini diterapkan dalam setiap tahapan pembangunan dan operasional gedung sesuai dengan fungsinya.
Sejauh ini, Kementerian PUPR mencatat bahwa telah ada 10 bangunan, satu kawasan, dan lima perumahan yang tersertifikasi sebagai Bangunan Gedung Hijau (BGH). Sertifikasi ini menjadi bukti nyata dari upaya pemerintah dalam memastikan bahwa pembangunan gedung di Indonesia tidak hanya efisien, tetapi juga ramah lingkungan.
Target Pengurangan Emisi Nasional Melalui Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC)
Sektor bangunan gedung memiliki peran penting dalam pelaksanaan aksi mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Berdasarkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021, bangunan gedung termasuk dalam sektor energi yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
Indonesia sendiri telah menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89 persen melalui upaya dalam negeri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional hingga tahun 2030. Melalui langkah-langkah konkret seperti penerapan Bangunan Gedung Hijau (BGH), pemerintah optimis dapat mencapai target tersebut dan memberikan kontribusi signifikan terhadap penanganan perubahan iklim di tingkat global.