TANGERANG – Sengketa pengelolaan pasar babakan masih berlanjut sejak Tahun 2023 sampai saat ini bahkan dikabarkan makin rancuh. Pasalnya beberapa pihak antara lain, Pengelola (PT. Dua Dunia Molala) , Kemenkumham dan Pemkot Tangerang belum menemukan titik terang untuk mengarah ke penyelesaian sehingga berpotensi menghilangnya PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Kondisinya, pengelola lama lewat kuasa hukumnya ‘Yogi Yogaswara’ mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Tangerang dengan Nomor Perkara 425/Pdt.G/2023/PN.Tng, dimana sidang perdana nya dimulai pada 9 Mei 2023. Dalam proses tersebut, PT Panca Karya Griyatama juga turut menjadi tergugat.
Menurut keterangan kuasa hukum penggugat, M. Amin Nasution, pengalihan pengelolaan pasar yang dilakukan oleh Kemenkum HAM diduga melampaui batas tugas pokok dan fungsi (tupoksi) instansi tersebut secara administratif di lahan Pasar Babakan memiliki status Hak Pakai yang dikuasai Kemenkum HAM, namun sejak 2007 lahan tersebut telah dipinjamkan kepada Pemerintah Kota Tangerang untuk kepentingan umum.
“Surat Keputusan Hak pakai nya tertuang dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-18/MK.6/KN.4/2023 menjadi dasar penunjukan PT Dua Dunia Molala sebagai pengelola, meskipun mekanisme dan prosedur pengalihan tersebut dipertanyakan secara hukum,” kata dia.
Aktivis juga seorang praktisi hukum ini ‘Akhwil, S.H,’ berkomentar, bahwa pengesahan kewenangan tersebut menegaskan bahwa setiap pengalihan pengelolaan kepada pihak swasta harus mempertimbangkan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Apabila proses pengalihan dilakukan tanpa melibatkan Pemkot, maka secara hukum dapat dianggap menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
“Status Perjanjian dan Gugatan
Dalam ranah hukum perdata, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah mengikat para pihak bak undang-undang. Gugatan yang diajukan oleh Yogi Yogaswara. Bahwa pengalihan pengelolaan kepada PT Dua Dunia Molala dilakukan sebelum putusan inkracht dari pengadilan, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai keabsahan dan kepastian hukum atas perjanjian tersebut,” kata Akhwil,(17/03/2025).
Lebih jauh Akhwil mengungkapkan, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menuntut kepastian dan kejelasan dalam setiap tindakan administrasi. Dengan demikian, proses pengalihan yang dilakukan tanpa koordinasi menyeluruh antara Kemenkum HAM, Kementerian Keuangan, dan Pemkot Tangerang dianggap mengaburkan batas kewenangan serta mengancam penerimaan PAD daerah.
“Dampak nya pada Pendapatan Daerah jika pengelolaan Pasar Babakan dan fasilitas pendukungnya diserahkan kepada pihak swasta. Pemkot Tangerang berisiko kehilangan potensi pendapatan dari beberapa sumber antara lain, retribusi Pasar dan Pajak Kios. Dengan pengelolaan oleh PD Pasar, seluruh pendapatan yang dihasilkan dari retribusi pasar dapat langsung masuk ke Kas daerah,” sambungnya
Selain itu kata Akhwil, retribusi parkir pengelolaannya yang ideal harusnya berada di bawah pengelolaan PT TNG. Selain menejemen dan pertanggungjawaban kepada Negara, hal itu juga sudah diatur melalui Perwal Kota Tangerang. Belajar dari kasus di Pasar Inpres Ciledug menunjukkan bahwa ketika pengelolaan parkir dikuasai pihak swasta, potensi pendapatan dari retribusi parkir tidak teroptimalkan atau dapat menurun dramatis. ( Red )
Editor : Enjelina