MEDAN– Kemitraan antara pers dan kepolisian di Sumatera Utara tengah diuji menyusul dugaan tindakan arogan dan upaya pendiktean kerja jurnalistik oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Sumut, Kombes Pol Ferry Walintukan. Persatuan Wartawan Duta-Pena Indonesia (PWDPI) Sumatera Utara telah melayangkan desakan keras kepada Kapolda Sumut, Irjen Whisnu Hermawan Februanto, untuk segera memproses sanksi etik terhadap Kombes Ferry.
Ketua DPW PWDPI Sumut, Dinatal Lumban Tobing, SH, menegaskan bahwa tindakan Kabid Humas yang melarang hasil konfirmasi wartawan untuk disiarkan, bahkan disinyalir menggunakan ancaman Undang-Undang ITE, merupakan bentuk nyata dari ketidakpahaman institusi kehumasan terhadap landasan hukum kerja pers, yakni UU Pers No. 40 Tahun 1999.

“Ini adalah kali pertama terjadi di Sumatera Utara, ada Humas Polda yang kurang mengerti kerja-kerja pers, yang seharusnya menjadi mitra,” ujar Dinatal Lumban Tobing, Senin 20 Oktober 2025.
Ia menyoroti sikap Kombes Ferry yang mempertanyakan keanggotaan organisasi pers dan sertifikasi kompetensi (UKW) wartawan sebagai upaya mengkerdilkan profesi jurnalis, padahal Dewan Pers telah berulang kali menyatakan bahwa kerja jurnalis berpedoman pada UU dan Kode Etik, bukan pada afiliasi organisasi atau sertifikat.
Kontroversi “Sistem Wartawan Patuh” dan Indikasi Pembatasan Kontrol Sosial.
Isu lain yang mencuat adalah dugaan penerapan “Sistem Wartawan Patuh” di bawah komando Kombes Ferry Walintukan sejak menjabat Maret 2025. Sistem ini diwujudkan melalui pembentukan dua grup WhatsApp khusus, “Mitra Penmas Sumut” dan “Sahabat Media,” yang diduga mengotak-kotakkan wartawan berdasarkan kategori media.
Ironisnya, sistem tersebut dilaporkan disertai aturan ketat: wartawan yang tidak mempublikasikan rilis berita (bahan pemberitaan) dari Humas Polda Sumut terancam dikeluarkan dari grup. Staf Humas Polda Sumut, Briptu Fajaransyah, membenarkan adanya penyortiran setiap tiga bulan untuk melihat feedback dari wartawan.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius di kalangan jurnalis karena berpotensi melemahkan fungsi kontrol sosial pers. Jika wartawan diwajibkan menaikkan rilis tanpa pendalaman dan cek-ricek, independensi jurnalistik terancam terpasung oleh “aturan patuh” yang menghendaki pemberitaan hanya berpihak pada kepentingan Humas.
PWDPI Sumut meminta Kapolda Sumut Irjen Whisnu Hermawan Februanto tidak tinggal diam. Dinatal Lumban Tobing mengancam akan membawa persoalan ini ke Propam dan siap melakukan aksi massa jika tidak ada tindakan tegas untuk menghentikan praktik yang dinilai mencoreng citra Polri. PWDPI, melalui Satuan Tugas Bela Wartawan (SATBEL PERS) mereka, berkomitmen untuk mengawal kasus ini demi melindungi kebebasan dan profesionalisme seluruh insan pers.
Hingga berita ini dimuat, redaksi beritatranformasi.com belum menerima tanggapan resmi dari Kabid Humas Polda Sumut ‘Kombes Ferry Walintukan’ serta Kapolda Sumut terkait tudingan aturan yang dibuatkan yang dianggap mengancam kebebasan dan kinerja jurnalistik Wartawan seperti yang disampaikan Ketua DPW PWDPI Dinatal Lumban Tobing, S.H,. tersebut.
(Red)














