BANTEN – Baru baru ini DPUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ) Provinsi Banten menjadi sorotan tajam. Menyentuh isu integritas birokrasi, dugaan kolusi, hingga tanggung jawab pejabat publik.
Titik Api Kontroversi: Proyek Jalan Rp87,7 Miliar dan Rekam Jejak Hitam Kontraktor
Inti permasalahan terletak pada Proyek Pembangunan Ruas Jalan Ciparay–Cikumpay di Lebak Selatan senilai Rp87,7 Miliar (APBD 2024).

Penunjukan Langsung yang Mencurigakan:
Pegiat anti-korupsi menuding Dinas PUPR Banten di bawah pimpinan Arlan Marzan menunjuk langsung (e-purchasing) kontraktor PT Lambok Ulina, alih-alih melalui lelang terbuka.
– Perusahaan Terlarang: Penunjukan ini menjadi skandal besar karena PT Lambok Ulina diketahui telah dilarang mengerjakan proyek APBN/APBD selama 1 tahun berdasarkan putusan resmi KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) RI karena kasus persekongkolan tender sebelumnya.
– Kecurigaan Kolusi: Pihak pelapor menduga keras telah terjadi persekongkolan untuk memuluskan penunjukan perusahaan yang dilarang tersebut. Selain itu, kantor perusahaan di Jakarta Timur dilaporkan hanya berupa bangunan kecil yang mencurigakan dan minim aktivitas, memperkuat dugaan perusahaan ‘pinjaman’ atau rental.
*Sosok Arlan Marzan, Kepala Dinas PUPR Banten yang Dilaporkan ke Kejaksaan Agung*
– Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten, Arlan Marzan, dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI.
– Laporan terkait proyek pembangunan jalan Ciparay–Cikumpay senilai Rp87,6 miliar dari APBD 2024 yang diduga bermasalah dan penuh kejanggalan.
Dua organisasi: Gema Kosgoro Banten dan Banten Corruption Watch (BCW) dikabarkan sebagai pihak pelapor.
Bukti Laporan: Kejanggalan dan Temuan:
Kelebihan Bayar: Lebih dari Rp10 miliar. Denda Keterlambatan: Rp2,9 miliar yang belum masuk kas daerah. Bahan Beton: Diduga tidak sesuai spesifikasi e-katalog.
Ada dugaan “main mata” dalam pengadaan dan pengalihan pemasok tanpa izin resmi.
Perusahaan Pelaksana Proyek (PT Lambok Ulina):
– Kantornya di Jakarta Timur disebut mencurigakan (bangunan kecil tanpa aktivitas).
– Pernah kena sanksi KPPU karena persekongkolan tender.
– Salah satu direkturnya divonis 7 tahun penjara karena kasus korupsi proyek UIN Jambi.
*Pengakuan Dinas PUPR dan Temuan BPK: Kerugian Negara Terkuak*
Dalam sebuah rilis media yang dikutip, pihak Dinas PUPR Banten, melalui Arlan Marzan, justru mengakui adanya temuan bermasalah. Kelebihan Bayar Rp5,7 Miliar.
Kadis PUPR Banten mengakui adanya potensi kelebihan bayar sekitar Rp5,7 Miliar dalam salah satu proyek (meski LSM menyebut angka hingga Rp10 Miliar untuk kelebihan bayar belanja modal.
– Proyek tersebut juga mengalami keterlambatan pengerjaan hingga 90 hari, yang berujung pada pengenaan denda sebesar Rp1,5 Miliar (LHP BPK menyebut total kekurangan penerimaan denda mencapai Rp2,9 Miliar).
– Komitmen Administratif: Arlan Marzan menegaskan pihaknya berkomitmen menindaklanjuti temuan BPK dengan memotong kelebihan bayar dan denda dari tagihan terakhir penyedia jasa. Ia berdalih, pemutusan kontrak langsung akan merugikan masyarakat lebih besar.
Sorotan Publik dan Lembaga: Desakan Pencopotan dan Audit Total. Kontroversi ini melahirkan seruan keras dari berbagai elemen masyarakat dan mahasiswa:
Pelaporan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI:
Dikabarkan, dua organisasi kemasyarakatan yaitu Gema Kosgoro Banten dan Banten Corruption Watch (BCW), resmi melaporkan Arlan Marzan beserta PT Lambok Ulina dan pejabat terkait (PPK dan Pokja) ke Kejaksaan Agung, meminta agar kasus ini ditangani secara pidana, bukan hanya administratif.
Catatan kegagalan Arlan Marzan diperluas pada proyek strategis lain, yaitu keterlambatan pengerjaan gedung Bank Banten senilai Rp22,6 Miliar yang juga mangkrak hingga tahun berikutnya.
Desakan Audit LHKPN:
PMII Banten mendesak Gubernur Banten yang baru untuk segera mencopot Arlan Marzan dan melakukan audit harta kekayaan (LHKPN) karena adanya dugaan praktik monopoli proyek yang merugikan APBD Provinsi.
– Kadis PUPR Memilih Bungkam: Sejumlah media melaporkan bahwa Arlan Marzan tidak merespons panggilan telepon maupun pesan WhatsApp untuk memberikan tanggapan resmi terkait laporan serius yang dialamatkan ke Kejagung.
Inti Ketegangan: Publik dan LSM mendesak penegakan hukum (Kejagung/KPK) untuk mengusut dugaan kolusi dan pidana korupsi di balik penunjukan perusahaan terlarang, menolak penyelesaian kasus hanya dengan pengembalian uang (administrasi) yang dianggap sebagai pembenaran atas praktik korupsi.
Terbaru, saat awak media mengkonfirmasi tentang isu krusial dan laporan ke APH oleh organisasi masyarakat di Dinas PUPR Banten, Arlan Marzan masih tetap bungkam dan tidak merespon konfirmasi, hingga berita ini diturunkan Jumat 24 Oktober 2025 belum ada konfirmasi resmi terkait kebenaran isu tersebut.














