TANGERANG SELATAN—Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) kembali dihadapkan pada kritik tajam publik meski telah berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terbaru (Tahun Anggaran 2024).
Opini WTP ke-12 yang diraih di bawah kepemimpinan Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan ini dinilai kontras dengan sejumlah temuan BPK yang mengindikasikan kelemahan serius dalam pengelolaan aset dan pelaksanaan proyek fisik.

Kini, bola panas pertanggungjawaban publik berada di tangan Pemkot, yang dituntut untuk membuktikan bahwa gelar WTP bukan sekadar pencapaian administratif, melainkan cerminan tata kelola anggaran yang efisien dan pro-rakyat.
Jejak Temuan BPK: Aset Hilang dan Proyek Bermasalah
Di balik opini WTP, laporan BPK secara spesifik menyoroti beberapa temuan kritis yang memperkuat narasi publik tentang adanya pola alokasi dana yang tidak wajar—yang dicap sebagai konsep “Birokrasi Mewah, Infrastruktur Melarat”.
Beberapa temuan signifikan BPK, khususnya dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas LKPD 2023/2024, antara lain:
Aset Rp2 Miliar “Raib”: BPK mendapati penatausahaan aset tetap (Barang Milik Daerah/BMD) Tangsel belum tertib. Temuan paling mencolok adalah adanya aset-aset peralatan dan kendaraan dinas (Randis) mewah bernilai total sekitar Rp2,08 miliar yang belum diketahui keberadaannya atau hilang jejak.
Kelebihan Bayar Proyek Infrastruktur: Ditemukan adanya kelebihan pembayaran pada sejumlah proyek infrastruktur. Salah satunya adalah proyek penataan kawasan kumuh yang terindikasi kelebihan bayar hingga Rp326 juta akibat kekurangan volume pekerjaan.
Anggaran Perjalanan dan Pengadaan Tidak Kompetitif: BPK juga menemukan adanya kelebihan pembayaran sewa kendaraan untuk perjalanan dinas sebesar Rp44,8 juta. Selain itu, pengadaan kendaraan angkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) disorot karena dinilai tidak kompetitif, berpotensi merugikan daerah karena harga yang tidak sesuai nilai pasar.
Sorotan Publik Anggaran ‘Mewah’ untuk Trotoar
Temuan BPK ini semakin memicu desakan transparansi setelah publik dihebohkan dengan viralnya data proyek pembangunan trotoar senilai lebih dari Rp7 miliar untuk panjang sekitar satu kilometer.
Biaya yang dinilai sangat tinggi ini menjadi simbol nyata dari kritik “Birokrasi Mewah, Infrastruktur Melarat”, di mana alokasi dana untuk fasilitas pendukung birokrasi atau proyek kosmetik dianggap lebih besar dibandingkan penanganan masalah mendasar, seperti:
– Penanganan Banjir: Proyek penanganan banjir yang vital di Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Bina Konstruksi (DSDABMBK) ditemukan tidak sesuai kontrak, menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kesiapan kota menghadapi musim hujan.
– Masalah Sampah: Kritik ini muncul di tengah krisis sampah di TPA Cipeucang yang disegel oleh KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup) akibat praktik open dumping.
Komitmen Pemkot: WTP Bukan Cek Kosong
Menanggapi temuan BPK, Wali Kota Benyamin Davnie dan jajaran menyatakan akan segera menindaklanjuti seluruh rekomendasi BPK. Pemkot Tangsel mengklaim telah menyelesaikan tindak lanjut rekomendasi BPK sebelumnya di atas rata-rata nasional, (04/10/2025)
Namun, desakan dari DPRD dan kelompok masyarakat sipil meminta Pemkot Tangsel tidak hanya fokus pada perolehan WTP, tetapi juga menindak tegas pejabat atau OPD yang lalai hingga menyebabkan kerugian negara dan masalah birokrasi yang mewah.
Transparansi dan percepatan tindak lanjut atas temuan ini akan menjadi ujian sesungguhnya bagi kepemimpinan Benyamin-Pilar untuk meredam kritik bahwa WTP mereka hanyalah “gincu” laporan keuangan, tanpa perbaikan mendasar pada kualitas pembangunan dan akuntabilitas anggaran.














